Monday, October 1, 2007

MIMPI DAN MOTIVASI

Ketika aku masih berusia 7 tahun, ada suatu kejadian yang bagiku merupakan titik balik kehidupanku dan keluargaku. Ayahku mengalami stroke total dan akhirnya meninggal dunia akibat depresi luar biasa yang dialaminya. Hancurnya perkebunan kelapa sawit ratusan hektar yang dibangunnya dan yang seharusnya menghasilkan buah pertama dalam dua bulan ke depan di luar perkiraannya hancur total. Ketika ayahku meninggal kehidupan kami berubah 360 derajat. Kami harus menjual rumah, mobil dan perkebunan untuk menutupi biaya pengobatan ayahku selama sakit dan membayar hutang di bank untuk modal perkebunan. Aku yang tidak pernah memijakkan kaki ke tanah sejak kejadian itu harus berjalan di bawah panas matahari untuk pergi ke sekolah negeri di dekat perkebunan. Saat itu aku juga belum benar-benar mengerti arti dari kematian. Pikiran anak-anak yang sederhana ketika itu tidak mengetahui bahwa aku tidak akan pernah bisa melihatnya lagi sesudah pemakamannya. Aku tidak dapat melihat apakah kehidupan yang aku jalani saat itu merupakan suatu mimpi atau kenyataan. Saat itu aku adalah seorang anak kecil yang hidup tanpa mimpi dan tidak berani berharap dan bermimpi. Walaupun prestasiku bagus di sekolah tapi hal tersebut sama sekali tidak penting bagiku. Sampai akhirnya aku memasuki perkuliahan aku belum berani menentukan apa yang hendak aku capai dalam hidup.
Pada pertengahan tahun 2001, secara tidak sengaja aku mempunyai seorang teman yang berasal dari England yang membuat aku mulai berani bermimpi. Dia memghancurkan tembok-tembok pikiran dan ketidak percayaan diriku. Dia juga membantu aku untuk bertumbuh dan mengembangkan diri. Dia bukan saja mengubahkan cara berfikirku tetapi juga mengajari aku untuk bisa hidup dalam perbedaan dan saling menghargai prinsip masing-masing. Dia selalu mengatakan kepadaku
“……How do you know if you never try,…tuti……, Yes, sometime success is so stuck but fail is not the problem….”
Aku mulai bermimpi untuk bisa memperoleh pendidikan yang lebih baik. Bermimpi untuk bisa duduk di bangku kuliah pasca sarjana. Mimpi itu memotivasi aku untuk berusaha belajar dan mengembangkan diri, mencari peluang-peluang beasiswa. Mimpi itu membuat aku melihat potensi-potensi yang Tuhan sudah percayakan kepadaku.
Mimpiku menjadi kenyataan ketika aku bertemu dengan seorang bapak dari Amerika yang datang ke Indonesia untuk bantuan pemulihan Aceh akibat Tsunami. Bapak tersebut mengangkat aku menjadi putrinya dan menyediakan semua kebutuhan perkuliahanku. Orang sering bertanya kepadaku mengapa aku begitu terbeban dan hancur hati setiap kali melihat anak-anak yang berkekurangan. Jawabannya adalah karena melihat mereka aku melihat review masa laluku ketika aku hidup dalam mati suri.
Aku pernah melakukan observasi beberapa minggu hidup dengan anak-anak jalanan. Aku melihat mereka ketika malam hari setelah selesai mengamen, mereka menghirup aroma
“Lem Kambing” selama beberapa menit. Lem Kambing tersebut bisa membuat mereka tidak sadar diri dan masuk ke dunia halusinasi mereka. Selama aroma lem kambing tersebut bekerja mereka bisa pergi di dunia manapun yang mereka inginkan. Aku mendengar anak yang satu mengatakan….” Saya sedang bersama wiro sableng sekarang…….….” Sambil tertawa menyeramkan sedangkan anak yang lain mengatakan “…. saya sekarang berada di diskotik….”. Aku bertanya kepada mereka mengapa harus menghirup zat beracun tersebut meskipun tahu mereka akan terserang infeksi saluran pernapasan. Mereka menjawab karena dengan menghirup aroma lem tersebut mereka baru berani bermimpi untuk bisa mendapatkan kebahagiaan dan hidup dengan harapan. Jika mereka sadar, mereka mengatakan tidak berani bermimpi suatu hari ada kehidupan yang lebih baik karena gelapnya kehidupan alam nyata yang mereka jalani. Alasan inilah yang membuat mereka tidak termitivasi untuk belajar dan bersekolah.
Jawaban mereka menyadarkan aku bahwa jika kita berani bermimpi maka kita harus mensyukurinya karena mimpi itu memotivasi kita untuk bergerak maju. Jika tidak ada impian dalam hidup kita maka kita tidak akan termotivasi untuk melakukan sesuatu yang ekstra dan sampai kapanpun kita akan terus berjalan di tempat. Tidak akan ada kehidupan yang lebih jika tidak ada tindakan yang lebih dan motivasi yang lebih akan timbul dari impian yang kuat. Keep Growing…………

Monday, September 10, 2007

Kebutuhan…??? Harga Diri……??????

Siang itu aku dan teman kerjaku secara tidak sengaja bertemu dengan seorang pimpinan dan sekaligus pemilik sebuah perusahaan kontraktor. Kami sudah lama tidak berkomunikasi. Sembari menikmati makan siang dan menanyakan kabarnya (keadaan dia dan keluarganya, juga menanyakan perkembangan perusahaannya). Dia menceritakan sesuatu yang sangat menarik dan mengusik pikiranku.

Dia mengatakan di dalam perusahaan yang dia pimpin, dia tidak pernah menggunakan cara PHK ketika tidak puas dengan kinerja karyawannya atau ketika karyawannya melakukan suatu kesalahan. “….Jika mem-PHK karyawan,saya harus mengeluarkan uang untuk membayar pesangon atau gaji sampai kontrak perjanjian berakhir dan saya tidak mau rugi walau sedikitpun….” Inilah ungkapan bapak tersebut. Ketika saya tidak puas dengan kinerja karyawan saya atau salah satu karyawan melakukan kesalahan fatal maka saya akan memanggil karyawan tersebut serta memindahkan meja kerjanya persis di depan meja saya. Kemudian saya tidak akan memberikan dia pekerjaan serta tanggung jawab sedikitpun dan tidak mengijinkan dia melakukan tugas-tugasnya. Saya meminta karyawan yang lainnya untuk mengambil alih semua tanggung jawabnya. Setiap harinya saya membeli sedikitnya tiga jenis surat kabar dan meminta dia untuk membaca seluruh halaman surat kabar tersebut setiap lembarnya. Ketika saya menanyakan berita hari ini maka karyawan tersebut harus mampu memberikan jawaban secara detail.

Teman saya tersebut mengatakan bahwa beliau telah melakukan strategi ini selama bertahun-tahun dan setiap orang yang diperlakukannya seperti ini biasanya hanya bertahan sebulan kemudian langsung mengundurkan diri. Dengan tidak membebani karyawannya akan tugas-tugas kantor, mengasingkan dia dari komunitas lingkungan kerja dan tidak melibatkan dia dalam aktivitas perusahaan akan membuat karyawan tersebut merasa tidak dihargai dan tidak dibutuhkan yang pada akhirnya membuat dia mengambil keputusan mengundurkan diri.

Aku terkesan dengan caranya memenejemen karyawan. Aku tahu betul bahwa dia sama sekali tidak pernah belajar manajemen personalia atau bahkan tidak pernah membaca teori-teori tentang manajemen sumber daya manusia namun kenyataannya strategi yang dia terapkan merupakan aplikasi dari teori-teori dan hasil-hasil penelitian mengenai Human Resource Development. Aku baru menyadari bahwa ketika kita diperhadapkan pada pilihan antara uang dan harga diri dalam komunitas lingkungan kerja maka kita akan memilih harga diri. Inilah alasan mengapa cara yang dipergunakan oleh temen saya tersebut selalu berhasil menyelesaikan masalah karyawannya.

Sekarang aku me-review kehidupanku kembali sehubungan dengan pentingnya arti harga diri berdasarkan survey hasil penerapan strategi manajemen karyawan temanku tadi. Aku dalam hidup ini sering sekali mengasingkan DIA pencipta kehidupan dan alam semesta ini dari kehidupanku. Tidak menganggap DIA penting terlibat dalam rencana-rencanaku serta sering membebas tugaskan-Nya. Jika temanku tadi melakukan ini pada karyawannya karena kekecewaan atau kesalahan yang dilakukan, tetapi aku melakukan ini tanpa alasan apapun.

Aku mulai berfikir bagaimana jika suatu saat DIA jenuh dan memilih untuk resign dari kehidupanku? Memilih untuk mempertahankan harga diri-Nya seperti karyawan teman aku tadi? Apakah aku sebagai manusia lebih tinggi derajatnya dibanding DIA,sehingga DIA layak untuk tidak dihargai sedangkan aku harus berontak dan memperjuangkan harga diriku ketika orang lain merendahkannya,…??? Aku tersenyum dalam hati,… betapa egoisnya aku dan betapa mulianya DIA,….

Monday, September 3, 2007

BEKERJA PADA LEVEL YANG TERTINGGI

Bekerja merupakan bagian dari kehidupan, hanya saja pengertian bekerja seringkali hanya kita tujukan pada “Market Place”. Baik yang bekerja di market place (secular) maupun yang bekerja di pelayanan keagamaan, keduanya pernah mengalami masa sulit (pergumulan) di dalam pekerjaannya serta memiliki tingkatan diposisi mana seseorang itu bekerja.

Kita bekerja memiliki tujuan yang berbeda-beda. Teori Hirarki kebutuhan Maslow merupakan alasan mengapa kita bekerja. Maslow menyatakan bahwa ada 5 (lima) tingkatan kebutuhan manusia. Pada tingkat yang pertama (paling bawah) yaitu kebutuhan akan Fisiologis (sandang/pangan). Pada tingkat kedua yaitu kebutuhan akan Keamanan dan Keselamatan. Pada tingkatan yang ketiga yaitu kebutuhan akan Sosial (memiliki teman). Pada tingkatan yang keempat yaitu kebutuhan akan Penghargaan (pujian) serta tingkat yang terakhir (yang paling tinggi) adalah kebutuhan akan Aktualisasi Diri (bertindak sesuai dengan bakat dan minat).

Hirarki kebutuhan ini dapat kita gunakan untuk menyelidiki pada level mana sebenarnya saat ini kita bekerja, baik kita yang bekerja di bidang secular maupun bidang lainnya. Jika saat ini focus kita bekerja hanyalah semata untuk menghasilkan uang maka kita bekerja hanya pada tahap untuk bertahan hidup (survival) dan kita tergolong dalam level pertama dan kedua dalam hirarki kebutuhan Maslow. Jika tujuan kita bekerja untuk memiliki relationship maka kita bekerja untuk mencari kenyamanan diri (comport) serta kita tergolong dalam level ketiga. Jika kita bekerja karena ingin berkembang dan meraih kesuksesan (growing and success) maka kita berada pada level ke empat karena dengan kesuksesan yang kita peroleh maka kita expect untuk mendapat pujian dan rasa hormat dari orang lain.

Tingkatan terakhir dan yang tertinggi adalah jika kita bekerja dengan tujuan utama untuk memberi yang terbaik yang kita miliki di tempat kita bekerja karena dengan memberi maka kita memperoleh kebahagiaan (giving to get happiness or working to serve our soul) dan hiraki kebutuhan Maslow menunjukkan ini pada level yang tertinggi yaitu bekerja pada pelayanan dan panggilan hidup.

Mello dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa “People work for money but they also work for more than money. Most employees want to be proud of their organization, to have good relationship with other employees and managers and to believe they have worthwhile jobs” Jika tujuan kita bekerja sudah sampai pada tingkatan ini maka sebenarnya kita sudah bekerja pada tingkat yang tertinggi. Kita sudah melewati masa ketidak nyamanan dan kekurangan karena standard untuk itu sebenarnya kita sendiri yang menentukan. Setiap kita baik yang saat ini berada pada posisi top level manager, seorang staff biasa atau bahkan buruh pabrik sekalipun bisa berada pada tiap level tersebut tergantung dimana kita meletakkan tujuan kita bekerja. Hironisnya jika lebel posisi yang kita pegang dalam suatu organisasi adalah di level atas tetapi kenyataannya jiwa dan mindset pada level bawah.

Thursday, August 30, 2007

Bekerja,….......…Dieksploitasi,…......atau Keduanya,……

Sejak beberapa bulan belakangan ini, perhatianku terfocus pada wajah seorang nenek tua yang setiap paginya mengamen di dalam bus yang membawaku ketempat kerja. Wajah yang terlihat begitu letih dengan tatapan kosong, sarung dan baju yang penuh dengan kotoran.
Ketika pertama kali mata dan hatiku melihatnya,…aku menangis dan tiba-tiba terlintas di pikiranku gambar ibuku dan nenekku. Tidak ada satu katapun yang dapat keluar untuk mengucap syukurku atas kebaikan DIA yang di atas yang bukan saja mencukupkan kebutuhanku tetapi juga memeliharai orang tuaku..

Sejak aku mengenalnya walaupun dia tidak mengetahui aku memperhatikannya, entah kenapa dia begitu dekat di hatiku. Setiap pagi ketika aku berdoa, wajahnya selalu terlintas di pikiranku dan setiap kali itu pula air mataku tidak dapat aku tahan. Aku bahkan tidak dapat mengucapkan satu katapun meminta sesuatu untuk nenek tersebut kepada DIA yang memiliki segalanya. Aku hanya berdoa, “Lord,.. Please teach me how to start praying for her needs”

Setiap pagi aku berusaha sampai sebelum tempat duduk bus penuh agar aku dapat memberi sesuatu padanya sebelum aku memulai hariku (karena biasanya jika tempat duduk sudah penuh terisi, pengemudi bus menyuruhnya untuk keluar). Selama beberapa bulan aku begitu rindu untuk menanyakan tempat tinggalnya, keluarganya tetapi setiap kali aku mencoba untuk senyum dan menyapanya, suaraku hilang dan air mata yang jatuh.

Pagi ini hatiku begitu hancur melihat dia. Seorang nenek yang selalu semangat bernyanyi, pagi ini meneteskan air mata persis tepat berdiri dihadapanku. Seorang lelaki muda penjual Koran mengejek dia dengan sandal barunya ditambah dengan celetuk supir bus yang mengatakan bahwa nenek tersebut hari ini bergaya karna baru gajian kemaren. Aku melihat nenek tersebut hanya diam dan beberapa detik kemudian dia mengambil sepotong tisu yang juga sudah kumal dari kantong bajunya sambil menghapus air matanya.
Oh,.. Lord,…I know You love her too,…hanya itu kata-kata yang bisa keluar dari hatiku. Aku baru menyadari ternyata hidup yang dia jalani jauh lebih buruk dari yang selama ini aku pikirkan. Sekarang aku baru menyadari bahwa jika dia mengamen setiap paginya dari satu bus yang kosong ke bus yang lainnya, ternyata semua yang didapatnya bukan sepenuhnya miliknya. Dia hanya mendapatkan jatah yang sudah ditetapkan oleh orang yang mengelolanya. Selama ini aku mengira dia hanya bekerja keras untuk memenuhi kebutuhannya ternyata kenyataannya di atas kemiskinannya ada orang yang menikmati keuntungan.

Seandainya ada yang bisa dilakukan oleh kedua tanganku yang kecil dan tak berdaya ini untuknya,….mungkin inilah kebahagiaanku yang terbesar. Wajahnya begitu dekat di ingatanku. Jika aku cuti kerja dan tidak melihatnya, perasaan rindu begitu mendalam dalam hatiku. Aku begitu hapal suaranya dengan logat jawa kental menyapa penumpang “…assalammualaikum bapak-bapak, ibu-ibu adik-adik,…maaf saya mengamen tidak bawa gitar dan hanya bisa nyanyi bahasa jawa,..lagu wayang kekek yang dinyanyikannya setiap pagi membuat aku hapal akan lirik lagunya,….”

Sekarang aku menyadari nenek tersebut bukan saja harus bekerja keras tetapi juga harus menerima kenyataan kalau untuk hidup dia harus rela menjadi korban eksploitasi orang lain. Sementara aku dalam hidup hanya bekerja keras dan tidak menjadi korban eksploitasi terlalu sering mengeluh,.. apakah aku bisa tetap bertahan hidup jika keadaanku seperti nenek tersebut,….???? Bagaimana dengan anda?????


“Biarlah setiap orang diantara kita mencari kesenangan untuk sesama kita demi membangun kebaikan”

Sunday, May 20, 2007

Thank You Lord to Put Mercy in My Heart

In the past before I involved to Rawinala, I didn't know how to live for other. I was work hard only for my self. All my prayers for my needs and my family. I knew GOD love me so much and I knew God want me to love other. I believe if could be live it's only by His Grace. Before I met the children within Rawinala, my relationship was only between God and Me. I was obeying to Lord and all His words caused He is my king and owner of my life. That was all. I didn't understand what is the love mean.Love like God's love until He sacrifice his life on the cross. I realized how nasty my life in the past. Yes,..I gave my money for needy but I gave it without love.

Since I met children within Rawimala, God put mercy in my heart and this mercy give me the understanding of love. I know the truth mean of happiness. Crying out to pray for other, feel blessed and rejoice when I can help children in need.
Every time I spend time and talk with these children, I always feel blessed and God Present in to my life. My prayers totally changed. I pray God to use me more and more,.... When I was see old man/woman/children begging on the bus, I pray for them cry to the Lord to bless them. I give money with love and prayer.

I have mercy in my life now and It is God's Work.
Now, I know Mercy is from God and God put that in our heart. We dont have ability to create it. God put it in our heart and allow it to growing up. When I have mercy in my heart I know what I stand for on this earth. Children in need was change my life,.......I'm not bless them but these children blessed my life.........

Thursday, May 10, 2007

Rawinala Birth Day Party

Rawinala Birth Day Party
Ku tahu Bagaimana Wajah bapakku,.....Ku tahu bagaimana wajah ibuku

Yang seharum kembang ditaman,......Belaiannya sehangat mentari pagi

Oh,...kurasakan di dalam hidupku,.....Dan kutahu siapakah Tuhan

Yang terindah dari mimpi-mimpi,.......Kuasanya tak ada yang melebihi

Dari sgala apapun juga,.........

---------------------------------------------------------------------------
Tanganku adalah mataku,......Dan juga jadi telingaku

Tanganku adalah mulutku,......Sayangiku aku dengan lembut

Wahai teman sayangi aku,........Kuingin melihat dunia

Beri aku kesempatan,.........Perlakukan aku dengan kasih

----------------------------------------------------------------------------------

Sunday, May 6, 2007

I want to be a Teacher

Murti

Past ten years, some people from Rawinala walked a long way on Jalan Gatep Rt.010 RW.06 Mangga Dua to found a kid named Murti. She was born June 13, 1990. She ever studied within Rawinala for a year and she did not come anymore. Rawinala tried to get information about her. Somebody said that her mother passed away and she live with her father.

Murti is category multiple handicapped children. She has backward mentality and low vision. When Rawinala found her, she was not live with her father. She was given to other family by his father. Her father’s job is rent bicycle. His father income is not enough for their living cost. It was the reason caused he give Murti to other family.

With the help of her father, Rawinala found her. She lived at the dumping area because her foster parents work as scavenger. Murti said her new parents put her on the street every day for begging to help their financial. Rawinala asked to her parent to take Murti to Rawinala. Even her father allowed but Rawinala have to pay IDR 150.000 for murti living cost to her foster parent.

Now, Murti is growing to be a confident kid. Even she has retarded mental but she can play music well. She can play drum, angklung, gamelan and gendang (traditional music instrument). She never enforced to formal music education school. She was a winner on DKI Jakarta singing contest for blind.

She has a dream to be a music teacher. Rawinala always thank to God for give change to met Murti. The cost paid nothing compare to her happiness now.


Monday, April 9, 2007

Alandick Social Responsibility

Since I committed for children in need,I also invite my colleague to give their heart and hands to help these children. I try to raise their awareness every day. I ask them to share IDR 100.000/month (it’s around US$10/month) for these children. I only ask them to give IDR 100.00/month because this amount is not a lot so people will not difficult to give.

I have plan and mission, one day they will give the best their have for these unfortunate children. I believe when every month they pass their money they will more want to know about these children. Who they are?? I also established website for these children, upload photos of them and my writing about their lives. One day these unfortunate children are part of their lives like their own family. This is my long term target. I believe society is the most important partner who could help them to get a better life because a big foundation can not give guaranty they will exist forever. But if society take over this part, they will support them for whole their life. It’s seems my plan run well because every month number of people at my company who concern to my children increase and that is mean amount of money collected to children in need increase every month.

Praise the Lord, my manager decided our company involved to support these children in need. He really encourage me to keep growing. I plan to release bulettin of these children every month and distribute for all people who cover the children needs. I have a dream, one day all employees responsible for unfortunate children. It will make great changes, and than try to win people from other company.

In the short period, I have planned to get more funds from international organization who concern to the children. Send proposal for their education cost. As I told above that I believe the most important partner to support these unfortunate children are society and this is need number of year to achieve it but right now these children need fund to build room for study, purchase equipment to help them improve their selves, repair their improper bedroom. This is needs a lot of money. I have passion one day I have a home for children in need in Indonesia or even oversea - AMIN-.

Video

Jendela Rawinala

Monday, February 19, 2007

THE HIDDEN CHILDREN

When I was involved with the child worker’s lives (those working for sugar plantations and the scavenger children), I felt there was a large gap in our economy. If we look at the bigger picture, Indonesia has a lot of natural resources to be able to cover the needs of its people, and to help them prosper, the child worker is a part of life that is hidden by government and by politics. While we complain for our secondary needs, there are numerous people who are fighting with hunger. Education is only a dream for them, not a part of their lives. They can not read nor write even when they get elderly.

The child worker really has no dreams. They are alive with nothing to achieve. They are satisfied if they can help provide financially for their parents needs. Life is very difficult for them, and their destiny can not easily be changed. Every morning, the scavenger child goes to the dumping area and they collect garbage to recycle for a living. The child workers at sugar plantations, labor long and hard. Like a grown up, they work cutting the sugar cane and they throw out the grace all day long.

The child worker’s life is different from the common child’s. They are more mature than others their age. We can see this in their behavior, their mind set and their habits. They are thinking about and talking about what elderly do. Most are teenagers, but they have to cover the financial needs of their families (food and housing). All child workers have boy friends or girl friends. These relationships are not like other teenagers. They are smoker and drug users; they are also into pornography and immoral music. All of this is to artificially bring them to another mental place, giving them a false sense of happiness, so they can forget their poverty. They do not know nor care whether it will destroy their lives. They are only trying to get a little happiness. They have never tried to have a dream, like other children. Reality and burdens of their lives push away their dreams. When I was with them, I felt very sad. They told me how happy they are when they are in another world (while the drugs are in their bodies). When “high”, they can go wherever they want. Many try not to be awake for their whole life. Some only feel alive when they look at immoral photographs. They are like the grass which was never planted. No one takes care of them.

When I was teaching them how to write and read, they did not think it was important. Their parents did not support or motivate their children to learn. They were not interested in studies after working until evening. It is my hope that they will read and write someday. They thought that my desires for their lives are only dreams. They believe that poverty is their destiny. One night I went to their place to teach but no one came to learn. I felt hopeless. I tried to meet with a child and even talked to their parents, but they were unaware.

I often told the child workers that their destiny could be changed if they wanted to fight to change. They could get a better job if they have skill and there are many people who would help them. The most important part is their own desire to learn. The child worker problem is not only about food. They always get treated with violence by their supervisors. The young girls, who work at the sugar plantations, often get sexually molested by their supervisors. A constant danger for the scavenger child is when a driver is throwing the garbage; they can be injured or even buried. Some of these children have died this way.

Actually, the government and society know about the life of child worker, but they pretend not to know. Some time I think that we keep them in their poverty so we can keep our projects going.

The scavenger child and their parent sell the things and that they can get to collectors. These are businessmen who control the prices and keep them down. While these parents owe a lot of debt to these collectors.

The child workers and their parents, working on the sugar plantations, are paid very low wages and without any housing. They work daily and the job is seasonal. In the harvest season, all family members have to work hard for entire day, to make their living until the next season. This payment system is set up by management to keep these workers in poverty (both the child workers and their parents). They are never given a chance to better their economic condition. From childhood and parenthood they are kept in this system.

If we look at he child worker’s life, can we say that Indonesia is a country for freedom? The child worker’s life represents slavery in Indonesia. We could get involved our selves, in the lives of these who are kept in poverty, and we could reach out them, starting with one child.

Sunday, February 11, 2007

THE EXCEPTIONAL CHILDREN AT RAWINALA


These are photos of children who stay at Rawinala. Seventy six children stay there. Two children are multiple handicapped (mentally retarded, blind, dumb and deaf). Two children are blind, dumb and deaf and others children are blind.

Rawinala has no institution to support their ministry since 1973. Their fund is only from people who come to visit these children and give donation but until now all the children needs always provided. It is God’s Works. They need a bigger place to build class room and bedroom for the children. They only have seven bedrooms for all the children now. We can open their website at www.rawinala.or.id.

One day when I was eating lunch with these children, I asked one kid named Suwot (He is blind and has no parents). Sowot, is the food nice…?”

He replied me, “Of Course these foods nice sister, because these are from God and what we could eat to day is the best blessing from God. We have to thankful for that.”

Other kid named Iwan talked to me. “Sister, I wish so much I can see. I can make the differences between night and day, dark and bright. I want to see pretty girls.” than he was laugh. I said, “Well, do you know that we also can see some thing not only thru our eyes? We can see thru our heart. Some time what we could see thru our eyes is not righteousness’. He Replied me. “Yes, you are right beloved sister. But when we are listening to radio, we only need our ears to enjoy the programs, getting information and we believe it. And when we are watching football competition at television, we need to see thru our eyes to enjoy that game. My life is also like that some time, sister”. I talked in my heart, “Yes dear, you are right.” I think he is very smart. He doesn’t get proper education but he can give me a great illustration.

A cheerful girl named Indri (she is dumb and deaf) after finished lunch, pulled t-shirt of my niece and spoke. We didn’t understand what she means because she used her hands (sign language). We thought she like my niece’s t-shirt. We asked to a staff who work there what did she means. She told us that Indri have eaten her big lunch she full now. But she doesn’t want to be fat like my niece and can’t work hard. It was funny and my niece watches her diet now.

When I was take rest in the children bedroom, I lay down to sleep on bed. I saw around room and the children face. I was start thinking, “Why God created these children (retarded children and disable children). Why God is not creating all human perfect?

I remember one thing. Long time ago the students asked their teacher, “Teacher, whose sin caused him to be born blind? Was it his own or his parents sins?

He answered, “His blindness has nothing to do with his sins or his parent’s sins. He is blind so that God’s power might be seen at work in him”.

I didn’t understand these words in the past but I understand now. Since I involved my self with these children, I feel rejoice and have a great life. I wish I can more help them every day. Every time I share about these children with my friend, I feel happy. I never felt happy like this in the past. This is God Word mean. God’s power might be seen at work in my life thru these children. I also believe for people who work at Rawinala, have heart serving the children is God’s Works.

Now I realized these children are special children from God. They are chosen by God to be seen God’s Works in their life. I believe God’s power might be seen at work into your life thru these children also. Because WHEN WE GIVE TO POOR, IT’S LIKE LENDING TO LORD AND LORD WILL PAY YOU BACK.

Thursday, February 1, 2007

My Research

The Influencing factors of the Work Environment and Career Development on employee Work Performance


The employee work performance is the important factor by which a company achieves its goals and competes with other companies. There are several factors which influences employee work performance are the work environment and career development. If the work environment is good and a company invest in career development programs, the employee’s motivation and efforts increases and finally their performance increase. An uncomfortable physical environmental causes employees to feel tired and bored, resulting in numerous excuses to leave the office. Neither is the relationship between employee and manager (supervisor) good. Most employee are not clear about their job description, responsibilities and job specification.
This case is been done in order to find out how the work environment and career development influence employee development and specifically isolate and analyze which factor are influence work performance.

The research focuses on description of work place culture, factors which influence the work place culture and thus employee productivity, description of career development and the importance of career development for the employee, the usefulness of providing a good career development program and understanding of company value of employee achievement.

This research takes a descriptive approach, using case study supported by survey method, the total number of population is 283 and sample size is 162. The analyze used multiple linier regression model. To test the hypothesis used F test for the whole and t test is used for the partial of the research with significant level 95% and alpha = 5%.

The result of this research shows that both work environment and career development have positive and high significant effect on employee work performance. Partial test also shows that work environment has positive and significant influence on work performance and career development has positive influence on work performance.

Thus the coefficient determination (Adjusted R Square) account 22,2%. It’s mean that 22,2% independent variable (work environment, career development) explained by dependent variable (work performance) and 77,8% is explained by other variables which were not researched.


Key word : Work environment, career development, work performance.

My Writing

Hal terpenting ketika mengambil keputusan untuk membuat prioritas dalam kehidupan adalah kekuatan untuk menhadapi konsekuensi dari prioritas yang kita buat

Setahun setelah saya bekerja, saya mulai merasakan adanya ketidak adilan dari perusahaan kepada saya. Perpanjangan kontrak kerja yang saya terima dengan posisi yang tidak sesuai dengan yang saya lamar setahun lalu. Saya mulai menanyakan hal ini kepada manager yang berkepentingan namun saya mendapatkan jawaban yang bahkan membuat saya semakin terhina. Saya bertanya jika dengan posisi yang baru ini apakah tanggung jawab pekerjaan saya akan berkurang namun lagi-lagi pertanyaan saya ini tidak mendapat jawaban.

Saya merasa begitu bodoh dan bekerja seperti seorang budak. Diperlakukan dengan sewenang-wenang oleh perusahaan. Saya terpikir untuk mengundurkan dan mencari pekerjaan yang lain namun saya terbelengu oleh kuliah saya. Saya tidak tahu berapa lama saya membutuhkan waktu untuk mendapatkan pekerjaan yang baru namun yang pasti saya harus memenuhi biaya kuliah saya. Saya memutuskan untuk tetap bekerja sambil mencari pekerjaan di tempat lain tetapi di tempat kerja saya sekarang saya merasakan tekanan perasaan yang luar biasa. Saya merasa menjadi orang paling bodoh karena walau sudah tahu ditindas tetapi masih tetap menerima. Perusahaan meminta tanggung jawab yang semakin hari semakin banyak tetapi memperlakukan saya sewenang-wenang. Tiga bulan berlalu dengan hari-hari yang saya lalui dengan berat dan akhirnya saya disadarkan oleh perkataan pendeta yang juga ayah saya di dalam Tuhan. Dia mengatakan “jika engkau bekerja sekarang,…. bekerjalah karena engkau melayani Tuhan-mu dan bukan melayani perusahaan atau manusia,…jika DIA berkendak, DIA mampu memindahkan engkau ketempat lain,…berdoa dan bersabarlah,…..”

Tanpa terasa kuliah saya tinggal satu semester lagi dan saat itu saya mendapat panggilan interview. Saya ternyata diterima bekerja di suatu lembaga untuk pemulihan Aceh dengan tawaran kompensasi yang sangat menarik. Tetapi lagi-lagi saya dihadapkan suatu pilihan. Saya harus memilih jika saya menerima pekerjaan baru ini maka saya akan tinggal di Aceh untuk jangka waktu setahun yang artinya saya harus meninggalkan kuliah saya. Saya bingung,… satu sisi saya merasa bahagia sekali karena akhirnya bisa meninggalkan tempat kerja yang tidak menghargai kerja keras saya dan disisi lain saya harus meninggalkan kuliah dimana saya juga sudah berkorban banyak baik materi maupun tenaga,…oh,….Tuhan,…mengapa saya kembali terbelengu,………….mengapa saya tidak mendapatkan pekerjaan tersebut dengan penempatan kerja di dalam kota dan bukan di kirim ke luar.

Saya kembali harus memutuskan hal yang sangat berat. Memilih dengan air mata menetes,….jika kuliah saya korbankan rasanya sulit sekali karena hanya tinggal enam bulan lagi saya sudah menyelesaikannya tetapi saya butuh pekerjaan baru dimana saya dihargai. Akhirnya dengan berat saya memutuskan untuk tetap melanjutkan kuliah saya dan melepas tawaran pekerjaan tersebut. Saya tidak tahu ternyata hal yang paling berat bukan ketika harus membuat keputusan tetapi hal yang terberat adalah menghadapi konsekuensi keputusan yang saya buat. Saya harus kembali bekerja dimana sistem manajemen yang kacau, harus terus sabar dan menghela napas panjang ketika kecewa terhadap perusahaan dan mulai berpikir jika saya menerima tawaran pekerjaan baru tersebut saya sudah terbebas dari semua ini. Hayalan ditempat kerja baru yang sudah saya lepaskan membuat saya semakin lemah ketika menghadapi masalah ditempat kerja saya. Hal yang paling sulit adalah ketika saya menghadapi masalah ditempat kuliah dengan dosen. Saya tidak dapat berpikir apa-apa karena merasa sudah banyak yang saya korbankan untuk menyelesaikan kuliah saya dan ternyata untuk menyelesaikannya saya juga masih menghadapi banyak masalah. Kembali lagi saya menghayal dengan perkataan “jika,….jika,…..dan jika,………” Ternyata lebih mudah untuk membuat keputusan melepaskan sesuatu yang begitu kita harapkan dibanding menghadapi konsekuensi dari keputusan yang kita buat. Setelah kita memutuskan untuk melepaskan sesuatu kita harus mempunyai kekuatan lebih dibanding hari sebelumnya agar bisa bertahan


Some time success is so stuck but fail doesn’t matter


Saya pernah begitu bimbang ketika hendak memutuskan untuk mencoba mengikuti tes penerimaan pegawai di lembaga pemerintahan kita pada departemen yang sangat bergengsi. Saya begitu dibebani oleh kekhawatiran pemikiran saya sehingga membuat saya semakin lemah dan tidak percaya diri. Saya khawatir dan tidak percaya diri apakah kemampuan saya dapat bersaing dengan pelamar lainnya yang lulusan universitas terkenal bahkan lulusan luar negeri. Setelah itu muncul dipikiran saya jika saya gagal saya akan mengeluarkan uang yang sangat banyak untuk persiapan kelengkapan berkas-berkas surat lamaran dan ongkos pesawat ketika ujian dan uang tersebut tidak akan memberikan apa-apa buat saya sementara jika saya tidak mengikuti tes ini, uang yang banyak tersebut dapat saya gunakan untuk membayar uang kuliah saya. Di dalam pikiran saya muncul pilihan-pilihan yang semuanya didasarkan atas keterbatasan saya. Hati saya mulai bimbang apakah saya akan mencoba atau tidak. Jika saya mencoba artinya ada peluang bagi saya untuk menang dan bekerja di tempat yang begitu memberikan pengalaman luar biasa dalam kehidupan saya tetapi jika saya gagal saya harus bekerja keras untuk mendapatkan uang kuliah yang saya pakai untuk ujian tersebut. Saya bingung karena jumlah uang yang harus saya cari untuk pengganti uang kuliah sangat besar bagi saya dan jangka waktu yang saya miliki hanyalah sebulan.

Saya terpikir untuk membatalkan niat saya untuk mengikuti tes tersebut tetapi hati kecil saya begitu berharap saya bisa menang dan memperoleh pekerjaan ini. Saya tidak mungkin mempunyai peluang untuk menang jika saya tidak ikut mencoba. Kemudian saya bercerita dengan seorang sahabat saya. Saya menceritakan segalanya tentang keinginan saya, kekhawatiran saya apakah saya cukup mampu bersaing dengan pelamar lainnya dan uang kuliah yang saya pergunakan untuk semua biaya yang saya keluarkan jika saya mengikuti testing tersebut. Lalu teman saya berkata,…”” if you think you can,…do it,…how do you know if you never try,….some time success is so stuck,…but you have to know,…fail doesn’t matter…”””

Saya terdiam mendengar ucapannya,….karena memang benar dalam hidup selalu ada “ trade off “. Saya kemudian sadar karena saya hanya mengandalkan diri saya sepenuhnya dalam hal ini. Tidak membiarkan Tuhan membimbing langkah saya dan meminta Dia yang memutuskannya apapun konsekuensi dari setiap pilihan tersebut.

Saya berdoa dan mohon ampun kepada-Nya untuk kesombongan saya. Saya berdoa jika memang Tuhan mengijinkan saya untuk mengikuti tes ini, biarlah Tuhan membuat saya merasa damai ketika besok saya mengambil keputusan untuk mengikuti tes ini atau tidak. Lalu besok paginya ketika saya menghadap DIA, saya merasakan kekuatan baru dan kepercayaan diri bahwa saya mampu bersaing dengan pelamar lainnya. Tuhan berkata melalui firman-Nya “ Jika engkau percaya pada-Ku maka engkau akan melihat Muzizat-Ku terjadi atas Mu.

Saya dengan penuh kepercayaan memutuskan untuk mengikuti tes ini. Saya berkata “Tuhan,… saya menang atau kalah saya tahu Tuhan bekerja di dalam-Nya dan memberikan yang terbaik bagi kehidupan saya”. Saya mempersiapkan semua kelengkapan berkas lamaran, mengikuti seleksi tahap demi tahap sampai pada tahanp akhirnya ternyata saya melihat nama saya tidak ada di internet. Saya kalah tetapi saya tidak kecewa atau sedih, karena setidaknya saya mempunyai pengalaman mengikuti seleksi tersebut yang belum tentu semua orang mendapat kesempatan tersebut. Saya berkata Tuhan engkau baik dan akan menempatkan saya jauh lebih tinggi dari posisi yang saya lamar tersebut.

Kekalahan tersebut tidak mempengaruhi semangat saya dan saya bangga karena saya sudah mengambil keputusan yang tepat untuk mencoba mengikuti tes tersebut. Karena kita sering sekali tidak berani mencoba sesuatu karena takut akan kegagalan. Kita tidak akan pernah tahu kita mampu atau tidak mencapai cita-cita dan impian kita jika kita tidak mempunyai keberanian untuk mencoba menggapainya.

Saya kalah tetapi Tuhan mencukupkan uang kuliah saya yang saya pakai untuk biaya testing tersebut dengan cara yang begitu ajaib. Bahkan sebelum batas akhir pembayaran uang kuliah, saya sudah mendapatkan uang tersebut. Sungguh sebenarnya semua kekhawatiran kita tidak beralasan.


Tidak ada yang paling hebat di dunia ini karena semua masalah waktu


Saya pernah berhadapan dengan sesorang yang begitu senang mempermainkan perasaan orang lain. Saya tidak tahu mengapa dia mempunyai kegemaran seperti ini tetapi saya mengambil sisi baiknya saja bahwa ia mempunyai tujuan untuk membentuk saya agar mempunyai karakter yang keras dan pantang menyerah.

Di dalam menyelesaikan tesis saya, begitu banyak tenaga, pikiran dan perasaan yang saya berikan. Hal yang paling sulit adalah ketika saya harus menghadapi orang yang mempunyai kegemaran mempermainkan perasaan orang lain. Hal ini bukan hanya terjadi pada saya sendiri tetapi juga dihadapi oleh teman-teman saya lainnya. Bahkan dalam menghadapi kondisi ini, ada seorang teman saya yang bahkan terkena disentri selama seminggu. Ketika saya memberinya saran untuk terus sabar dan berdoa, dia berkata bahwa sudah setiap hari dia berdoa bahkan sedikitpun situasi buruk yang dihadapinya tidak berubah. Dia begitu putus asa, saya berkata teruslah percaya bahwa semuanya akan berlalu.

Sebagai manusia biasa, saya juga selalu menangis berdoa pada Tuhan ketika berencana menemuinya sehubungan dengan penyelesaian tesis saya. Saya selalu berdoa agar ketika saya menelepon dan meminta waktunya, Tuhan taruh kemurahan di hatinya. Namun terkadang ada saat sulit yang memang harus kita lalui. Saya juga sering bertanya dan berpikir mengapa seseorang senang menempatkan orang lain pada situasi sulit. Ketika saya tidak mempunyai janji untuk bertemu dengannya, dia begitu baik dan penuh dengan persahabatan. Gap perbedaan status dia hancurkan sendiri namun ketika saya meminta waktunya untuk berdiskusi mengenai tesis saya, dia mulai menunjukkan bahwa dia mempunyai power dan saya harus menerima apapun yang dia kehendaki.

Saya sering menagis setiap kali hal ini saya hadapi. Ucapan dan perlakuan yang tidak menyenangkan sering hadir dipikiran saya. Saya hanya bisa mengungkapkan kesedihan saya pada Tuhan. Saya percaya ketika seseorang memperlakukan hal buruk pada saya, Tuhan mengetahuinya dan juga ada beserta saya. Saya tidak bertanya mengapa hal ini terjadi pada saya meski saya selalu berdoa pada Tuhan untuk mereka. Saya hanya meminta Tuhan memberi saya kekuatan untuk bisa melalui masa sulit ini. Tuhan hiburkan saya dan terus beri kekuatan baru pada saya. Saya yakin Tuhan punya rencana indah hingga membiarkan saya melalui situasi ini karena saya percaya semua pasti akan berakhir.

Saya hanya berjanji dalam diri saya jika suatu hari nanti saya dipercayakan Tuhan mempunyai posisi penting terlebih menyangkut masa depan orang, saya tidak akan membiarkan diri saya membuat orang merasakan apa yang saya rasakan saat ini. Saya percaya kepuasan yang kita peroleh ketika kita melihat keputusasaan diwajah orang lain, air mata yang tercurah dihadapan kita hanya memberikan kebahagiaan semu. Saya juga percaya pasti ada waktunya kita merasakan beban atas apa yang kita lakukan. Tidak ada seorangpun yang hebat di dunia ini. Jika saat ini kita mengetahui lebih banyak dari orang lain, lebih pintar dari orang lain, lebih memiliki kekuasaan dari orang lain, semua itu hanyalah masalah waktu. Tuhan memberikan kita waktu lebih awal dari orang lain untuk menduduki posisi tersebut, Tuhan memberikan kita waktu lebih awal untuk mengetahui dan mempelajari sesuatu. Pernahkah kita berpikir ketika kita menempatkan orang pada situasi sulit persis seperti apa yang yang kita lakukan apakah kita sendiri akan mampu menghadapinya ? Atau pernahkah kita berpikir jika bukan karena kebaikan orang lain (baik keluarga, pimpinan atau sahabat) yang membantu dan mendukung kita, membuka jalan bagi kita mendapatkan apa yang kita miliki saat ini, apakah kita akan berada pada posisi saat ini? Saya percaya semua hanya karena kebaikan dan waktu yang Tuhan berikan untuk kita.


Sesuatu Yang Kita Anggap Kecil Terkadang Merupakan Suatu Tindakan Besar Bagi Orang Lain


Suatu hari saya mendapat sms dari seorang teman yang isinya menyiratkan nada sedih dan putus asa. Saya merasakan bahwa keadaannya saat ini tidak dalam kondisi baik. Lalu saya membalas sms-nya sambil bertanya apakah dia saat ini baik dan jika memang membutuhkan seseorang untuk bercerita, saya bersedia mendengarkannya. Lalu dia menceritakan semua masalahnya, kekhawatirannya terhadap kesehatan kedua orang tuanya yang saat ini jauh dari dia dan sewaktu-waktu bisa terjadi sesuatu yang membahayakan, masalah kehidupan pribadinya. Saya benar-benar tidak menyangka dia yang selalu kelihatan riang dan tidak mempunyai beban ternyata mengatakan bahwa jika disetiap tawa dan candanya di depan umum hanyalah untuk menutupi agar tidak ada seorangpun yang tau betapa menderitanya dia saat ini.

Saya tidak menyangka sama sekali dia mengaku tidak malu menangis kepada saya karena sudah tidak mempunyai kekuatan lagi untuk memendam seorang diri. Sekitar satu jam lebih saya hanya membiarkan dia bercerita dan mengungkapkan semua kesedihannya hingga akhirnya dia berkata tolong doakan saya karena saat ini saya merasa tidak kuat lagi menanggung beban ini. Saya hanya berkata padanya “apakah saat ini dirimu benar-benar menyerah dan tidak mampu menyelesaikannya,…??? Jika memang benar tidak,….apakah saat ini benar-benar mau Tuhan yang bekerja dan menyelesaikan masalahmu dan tidak lagi hanya mengandalkan kekuatan diri sendiri,…??? Jika memang benar, mungkin Tuhan juga sudah cukup lama menantikan hari ini dimana engkau benar-benar merasa tidak berdaya menyelesaikan masalahmu sendiri. Berdoalah pada Tuhan dan minta ampun pada-Nya karena selama ini terlalu sombong dan tidak memperhitungkan DIA. Jika engkau benar-benar mau DIA yang bekerja menyelesaikan masalahmu,..serahkanlah sepenuhnya pada DIA dan benar-benar sepenuhnya.

Saya berkata seorang guru yang begitu berarti bagi saya pernah mengatakan sebuah perumpamaan. Ada seorang yang sedang berjalan menuju suatu tempat dengan memikul sekarung batu dan begitu merasakan kelelahan. Ditengah perjalanan dia meminta tumpangan pada mobil yang sedang lintas lalu masuk ke dalam mobil tersebut dan duduk di dalam. Namun walaupun dia sudah di dalam mobil tersebut, dia tetap merasakan perjalanan yang begitu melelahkan dan beban yang dia pikul tetap terasa sangat berat karena sekarung batu tetap berada dipundaknya dan tetap dia pikul walaupun sebenarnya dia dapat meletakkan sekarung batu tersebut pada lantai mobil.

Lalu saya mengatakan pada teman saya, dalam hidup ini kita sering seperti orang tersebut. Kita mengatakan kita begitu lelah dengan beban hidup kita, masalah kita dan meminta Tuhan untuk menolong kita. Namun dalam kenyataannya kita tidak benar-benar mau menyerahkan seluruh masalah kita pada Tuhan. Kita tetap memilih memikul masalah kita dengan segala kekhawatiran kita. Kita sering berkata “Tuhan,……. mengapa beban yang berat ini tidak beranjak dari kehidupanku,….padahal sebenarnya kita sendiri yang memutuskan apa yang mau Tuhan perbuat untuk kehidupan kita,…”

Setelah bercerita panjang dengannya akhirnya dia berkata terima kasih sobat,…sekarang air mataku sudah berhenti mengalir dan aku mau mengambil keputusan sekarang. Aku tidak mau nanti Tuhan terlanjur bosan menunggu aku dan berpaling ke orang lain,…..Dia mengatakan kalimat tersebut sambil sedikit bercanda,…saya senang sekali karena akhirnya dia kembali ke sifat awalnya yang ceria,….saya tau begitu beratnya masalah yang dia hadapi.

Pagi hari saya menanyakan kabarnya hari ini dan semua berjalan baik. Ketika bertemu dia saya lihat wajah cerianya dan gurauannya dengan teman-teman kampus. Saya bertanya dalam hati,.. Tuhan,…apakah tawa itu merupakan benar-benar gambaran kegembiraan dalam hatinya ataukah itu bentuk lain dari kesedihannya. Saya begitu bingung harus bersikap bagaimana di depan dia dan teman-teman. Apakah saya juga harus tertawa dengan gurauannya seperti teman-teman lain dan seperti hari sebelumnya ketika tidak mengetahui keadaannya yang sebenarnya atau saya harus menangis,….??? Tuhan apakah hari ini tawanya benar-benar tawa kegembiraan karena telah terbebas dari beban yang dia pikul atau tawa tersebut adalah tawa yang sama seperti yang biasa yang dia perlihatkan???.

Saya benar-benar tidak tahu harus berbuat apa, tapi saya berjanji akan selalu menanyakan dan tetap berdoa untuk dia dan kesembuhan orang tuanya. Suatu hari ketika saya bercerita padanya bahwa saya merasa sedih dan merasa bersalah terhadap seorang teman saya, dia berkata,…”” apapun yang orang katakan namun bagiku kamu seorang teman yang sangat… sangat…..baik,.. saya tidak tau jika waktu itu kamu tidak memberikan waktu untuk mendengarkan saya, entah apa yang terjadi pada saya,…saya belum lama mengenalmu tapi membebanimu dengan semua masalahku. Saya tersenyum dalam hati ternyata kadang-kadang kita tidak mengetahui atau bahkan sering berbuat salah karena ketika orang benar-benar membutuhkan sedikit waktu kita untuk bercerita kita sering mengabaikannya dengan segala kesibukan kita. Seseorang pernah berkata pada saya untuk melayani orang lain kita tidak perlu harus menjadi pemimpin, kita cukup melakukan hal kecil yang mungkin sangat berarti bagi orang lain. Kita sering tidak benar-benar mengenal orang disekitar kita, apakah itu keluarga, sahabat, orang yang kita cintai, pimpinan atau rekan kerja kita. Kita sering merasa kecewa karena tidak mendapat respon yang hangat dari seseorang ketika kita benar-benar mengharapkannya, tetapi apakah kita pernah memikirkan berapa banyak dan berapa kali kita melakukan hal yang sama pada orang lain.


Lord is So Worthy


Ketika makan siang dengan teman kerja, saya bertemu seseorang yang sudah lama tidak berkomunikasi. Sembari menikmati makan siang dan menanyakan kabar, dia bercerita sesuatu yang sangat menarik dan mengusik pikiran saya. Dia mengatakan di dalam perusahaan yang dia pimpin, dia tidak pernah menggunakan cara PHK ketika tidak puas dengan kinerja karyawannya atau ketika karyawannya melakukan suatu kesalahan.

Dia mengatakan jika mem-PHK karyawan dia harus mengeluarkan uang untuk membayar pesangon atau gaji sampai kontrak perjanjian berakhir. Jika dia tidak menyukai kinerja seorang karyawan atau seorang karyawan melakukan kesalahan yang fatal, maka dia akan memanggil karyawan tersebut untuk memindahkan meja kerjanya persis di depan mejanya. Kemudian dia tidak akan memberikan dia pekerjaan dan tidak mengijinkan dia melakukan tugas-tugasnya dan meminta orang lain untuk mengerjakan tugas dan tanggung jawab dia. Setiap hari teman saya tersebut mengatakan dia membeli minimal tiga buah surat kabar dan meminta dia untuk membaca seluruh halaman surat kabar tersebut dan nanti ketika teman saya menanyakan berita hari ini, karyawan tersebut harus mampu memberikan jawaban.

Dia mengatakan cara ini sudah dia lakukan selama bertahun dan setiap orang yang diperlakukannya seperti ini biasanya paling lama sebulan langsung mengundurkan diri. Dengan cara tidak membebani dia dengan tugas-tugas dari kantor, mengasingkan dia, tidak menganggap dan melibatkan dia dalam aktivitas perusahaan akan membuat karyawan merasa tidak dihargai dan tidak dibutuhkan dan akhirnya mengundurkan diri dari perusahaan.

Saya terkesan dengan caranya memenejemen karyawan. Saya tahu dia sama sekali tidak pernah belajar manajemen personalia atau bahkan tidak pernah membaca teori-teori tentang manajemen sumber daya manusia namun kenyataannya sistem yang dia terapkan merupakan aplikasi dari teori tersebut. “People work for money but money is not the only one reason, every one want to be proud, has good relationship and worthy job”. Dan mungkin karena kebutuhan untuk dihargai merupakan kebutuhan utama setiap orang pada setiap tingkat kelas sosial maka cara yang dia lakukan begitu sukses.

Saya me-review kehidupan saya, dalam hidup ini saya sering berlaku begitu semena-mena terhadap DIA sang pencipta saya. Saya begitu sering mengasingkan DIA dari kehidupan saya,.. begitu tidak menganggap DIA dan asyik dengan rencana-rencana saya, obsesi dan impian saya tanpa melibatkan DIA dalam kehidupan saya. Saya berlaku seperti ini bukan karena DIA pernah membuat saya kecewa atau berlaku tidak adil pada saya. Bahkan DIA begitu sempurna sebagai sahabat dan penolong saya. Saya bahkan sering berlaku begitu kejam pada-Nya. Saya berfikir apa jadinya kehidupan saya jika suatu saat DIA jenuh dengan saya dan pergi dari kehidupan saya seperti karyawan teman saya tadi. Jika manusia sendiri yang terlahir sudah cacat karena dosa masih memiliki harga diri yang tinggi dan berontak ketika orang lain menganggap rendah dan semena-mena,…..apakah Tuhan tidak merasakan kesedihan yang sama ketika kita perlakukan DIA semena-mena,….???? Apakah kita lebih tinggi dari DIA sehingga dia layak kita perlakukan seperti itu,….??? Saya tersenyum dalam hati,… betapa egoisnya saya dan betapa mulianya DIA,….


Masalah Seberat Apapun Tidak Akan Pernah Membawa Kita Pada Kematian


Seorang teman saya pernah menghadapi suatu masalah yang cukup rumit dan begitu menghabiskan kekuatannya. Dia juga tidak pernah menyangka masalah itu menimpa dirinya karena awalnya hanyalah sebuah kesalah pahaman yang dapat diselesaikan dalam sekejap. Hanya saja kekuasaan kadang membuat kita sering khilaf dan tidak memperdulikan apakah kita sedang menempatkan seseorang dalam situasi yang sangat tidak enak.

Dia begitu frustasi dan tertekan karena segala usaha sudah ia lakukan untuk mendapatkan maaf dan memperbaiki kesalahannya. Suatu hari ketika ia bertemu dengan pembimbing tesisnya, dosen tersebut menyatakan setelah memperbaiki tesis yang dikoreksinya maka teman saya boleh lanjut ke pembimbing berikutnya. Lalu karena bahagianya sudah menyelesaikan bimbingan dengan pembimbing utama maka ketika menemui pembimbing pembantu dia katakan bahwa dia sudah selesai bimbingan dari ketua pembimbing dan diminta untuk menemui pembimbing berikutnya dan karena dari pembimbing pembantu juga sudah selesai maka pembimbing pembantu menyarankan untuk segera mendaftarkan seminar. Setelah mengambil semua kelengkapan administrasi untuk seminar, tanpa ada firasat dan perasaan buruk dia datang untuk meminta tanda tangan ketua pembimbing yang juga merupakan ketua program studi. Namun begitu terkejutnya dia ketika dosen tersebut marah dan tidak dapat mentolerir kesalahan yang dia lakukan. Dosen tersebut mengatakan bahwa dia hanya mengijinkan untuk lanjut ke pembimbing pembantu bukan untuk maju seminar. Dosen tersebut merasa direndahkan atas tindakan teman saya dan mengancam akan membatalkan tesisnya. Lalu dia memohon maaf jika memang telah berbuat salah dan ternyata permohonan maafnya malah membuat dosen tersebut semakin marah.

Seminggu kemudian berlalu dan teman saya datang kembali untuk meminta maaf tetapi keadaan tidak berubah sedikitpun malahan posisinya semakin disudutkan dan tekanan semakin berat yang membuatnya putus asa. Dalam seminggu yang berlalu tergambar bahwa kesalahan yang dia perbuat seakan tidak ada jalan keluarnya. Bahkan tiap kali melihat wajah teman saya, emosi dosen tersebut tidak terkendali yang membuatnya semakin ketakutan. Hingga akhirnya teman saya tersebut jatuh sakit.

Dia merasa tidak kuat dan tidak tahu harus berbuat apa untuk memperbaiki kesalahannya. Semua jalan terasa buntu dan tidak ada yang dapat menolong. Semua teman, keluarga dia minta untuk bantu berdoa agar masalahnya bisa selesai. Dia juga sungguh-sungguh tidak pernah menyangka hal buruk ini terjadi atasnya. Mungkin benar dia melakukan kesalahan besar tetapi tidak ada kesalahan yang tidak dapat diperbaiki. Sebulan berlalu tidak juga menunjukkan adanya sedikitpun titik terang hingga suatu hari dia terfikir satu cara untuk melembutkan hati dosen tersebut. Dia memutuskan untuk setiap dua hari mengirim sms dan memohon maaf serta mengaku bersalah dan mengatakan bahwa dia hanyalah seseorang yang bodoh dan mengharapkan bimbingan. Dia mengatakan membuang semua harga dirinya dan perasaannya agar masalahnya bisa selesai. Saya sungguh kagum padanya karena selama lebih dari dua bulan dia melakukan hal ini dan akhirnya suatu hari dosen tersebut memintanya untuk datang dan menerima maaf darinya.

Terkadang kita memang sering merasakan sesuatu itu sungguh tidak adil bagi kita. Masalah yang datang begitu beratnya hingga seluruh kekuatan tubuh kita hilang. Waktu yang berlalu belum juga mampu menyelesaikan masalah kita sementara kekuatan kita sudah mulai habis. Terkadang kita juga bertanya kenapa Tuhan biarkan kita melalui perjalanan yang begitu panjang ini. Tetapi satu hal yang saya ambil dari pengalaman teman saya ini bahwa seberat apapun masalah yang sedang kita hadapi,…masalah tersebut tidak akan pernah membawa kita pada kematian yang artinya bahwa semua-nya pasti akan ada akhirnya dan kita pasti akan menang”

Masalah hanyalah mampu mencuri kekuatan kita, harapan kita dan semangat kita tetapi tidak mempunyai otorita untuk mengambil kehidupan kita. Jika kita memutuskan untuk tetap bertahan dan terus berjuang dengan kekuatan yang tersisa semuanya pasti akan kembali pada keadaan yang semula.


My Album

Exceptional Children



Street Children

src='http://widget.meebo.com/mm.swf?YCGQGCAOUN' type='application/x-shockwave-flash' width='250' wmode='transparent'/>